1. Meningkatkan Standar Pelayanan: Dari Sekolah Menjadi
Rumah Kedua
Sekolah dasar bukan hanya tempat belajar membaca, menulis,
dan berhitung — ia adalah “rumah kedua” bagi anak-anak Indonesia. Maka, standar
pelayanan harus tumbuh dari sekadar formalitas menjadi layanan yang penuh
kasih, inklusif, ramah anak, dan relevan dengan kehidupan.
Mulailah dengan pertanyaan reflektif:
* Apakah setiap anak merasa aman, dihargai, dan diterima di
sekolah ini?
* Apakah setiap guru tumbuh menjadi pendidik yang
menginspirasi?
* Apakah lingkungan sekolah memantik rasa ingin tahu dan
semangat belajar?
Peningkatan mutu pelayanan bukanlah proyek sesaat, melainkan
perjalanan berkelanjutan menuju keunggulan.
2. Menuntun Profil Pelajar Pancasila: Delapan Dimensi
Sebagai Kompas
Standar pelayanan yang bermakna selalu mengacu pada tujuan
akhir pendidikan: mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Delapan dimensi yang
menjadi arah pembangunan karakter dan kompetensi peserta didik — mulai dari
beriman dan bertakwa hingga berpikir kritis dan kreatif — harus menjadi jiwa
dari seluruh program sekolah.
Kepala sekolah perlu memastikan bahwa setiap keputusan,
inovasi, dan kebijakan diarahkan untuk:
* Menumbuhkan karakter beriman, berakhlak mulia, dan
berwawasan kebinekaan.
* Membentuk pelajar mandiri, bernalar kritis, kreatif, dan
mampu bergotong royong.
* Menghadirkan pembelajaran yang relevan dengan tantangan
abad 21 tanpa kehilangan akar budaya bangsa.
3. Menginternalisasi “Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat”
Karakter tidak tumbuh dari ceramah, tetapi dari kebiasaan yang diteladankan. Kepala sekolah berperan sebagai teladan utama dalam menghidupkan 7 kebiasaan anak Indonesia hebat di lingkungan sekolah, seperti:
1. Beriman dan bersyukur setiap hari.
2. Disiplin dan bertanggung jawab.
3. Gemar membaca dan belajar.
4. Menyayangi sesama dan lingkungan.
5. Berani mencoba dan pantang menyerah.
6. Kreatif dan berpikir terbuka.
7. Sopan santun dan berakhlak mulia.
Jika nilai-nilai ini hidup dalam budaya sekolah, maka
hasilnya bukan sekadar nilai akademik tinggi, tetapi anak-anak yang siap
menjadi pemimpin masa depan.
4. Pembelajaran Mendalam: Dari Hafalan ke Pemaknaan
Peran kepala sekolah juga adalah memastikan guru bergerak
dari “mengajar untuk ujian” menuju “mengajar untuk kehidupan.” Pembelajaran
mendalam (deep learning) bukan soal materi yang banyak, tetapi bagaimana anak:
* Mengaitkan pengetahuan dengan konteks nyata.
* Memecahkan masalah secara kolaboratif.
* Mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
* Memaknai pembelajaran sebagai proses menemukan jati diri.
Kepala sekolah perlu menciptakan ekosistem yang mendorong
guru menjadi fasilitator, pembimbing, dan penuntun belajar sejati.
5. Merangkul Peran Serta Orang Tua: Sinergi Tiga Pilar
Sekolah hebat tidak berdiri sendiri. Pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Maka, peran
kepala sekolah sangat krusial dalam membangun kemitraan yang tulus dengan orang
tua. Libatkan mereka bukan hanya dalam rapat atau kegiatan seremonial, tetapi
dalam:
* Proses pengambilan keputusan sekolah.
* Perancangan program pengembangan karakter.
* Pendampingan pembelajaran di rumah.
Ketika rumah dan sekolah berjalan beriringan, anak-anak akan tumbuh lebih kuat, percaya diri, dan berkarakter.
Penutup: Kepala Sekolah Hebat Lahir dari Keberanian Berbenah
Perubahan tidak akan terjadi hanya dengan rencana, tetapi
dengan komitmen, keteladanan, dan keberanian untuk terus berbenah. Kepala
sekolah hebat bukan yang sempurna, tetapi yang setiap hari bertanya: “Apa lagi
yang bisa saya perbaiki hari ini untuk anak-anak?”
Mari kita jadikan sekolah dasar sebagai taman yang
menumbuhkan generasi unggul, berkarakter, dan siap menghadapi masa depan.
Karena masa depan bangsa dimulai dari ruang kelas yang penuh
cinta, dipimpin oleh kepala sekolah yang berjiwa pembelajar.
ARIEF PRASETIYAWAN, S,Pd
Pengawas Sekolah Dasar Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar